
Aku mendapat banyak insight baru dari kisah pengusaha kuliner sukses dari nol yang kudapatkan dari acara Ngobis atau Ngobrol Bisnis. Acara Ngobis ini diadakan oleh sebuah komunitas pengusaha muda bernama Blitar Cah Preneur di Dilan Kopi pada 2 Juni 2025.
Acara malam itu mengundang sosok owner dibalik brand Cokelat Kentalnya Indonesia bernama Mas Hisan. Beliau bercerita banyak hal, mulai dari pekerjaannya dulu sebagai marketing di sebuah perusahaan, lalu nekat resign namun justru ditipu teman dan membuatnya kesulitan keuangan, hingga membuatnya berbisnis minuman cokelat.
Hal yang paling memotivasiku dari cerita Mas Hisan adalah keberaniannya bangkit, setelah ditipu teman dan mengalami minus keuangan, lalu memulai usaha dari nol hingga kini sukses memiliki lebih dari 40 kemitraan minuman cokelat kentalnya Indonesia.
Berawal dari Ditipu, Kini Punya Puluhan Cabang
“Awalnya nekat resign, dan mau bikin usaha dengan teman. Ternyata justru ditipu, hingga seluruh tabungan dan apapun yang saya miliki habis. Termasuk hp ikut menghilang.”
Saat mendengar kisah pengusaha kuliner sukses dari nol yang memiliki usaha minuman cokelat ini, aku sedikit merinding. Ia selama belasan tahun bekerja di sebuah perusahaan, namun suatu hari memutuskan resign untuk membuat bisnis yang sama seperti perusahaannya dulu bersama tema. Namun, ternyata justru ditipu, hingga tak memiliki apa-apa.
Selama tiga bulan, Mas Hisan mengalami masa-masa sulit dan sempat depresi memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang kembali. Hingga suatu hari, ide berjualan minuman cokelat muncul secara tak terduga, terinspirasi dari sang istri yang sedang hamil anak kedua yang selalu meminta es cokelat setiap hari.
Pelan-pelan, ia mulai terpikir untuk berjualan minuman cokelat. Dalam kondisi keuangan yang saat itu benar-benar terpuruk bahkan minus akibat ditipu teman, ia memberanikan diri meminjam uang dari Shopee sebagai modal awal. Uang itu ia gunakan untuk membeli meja lipat sebagai perlengkapan awal berjualan.
Ia bahkan sempat berpikir bahwa berjualan es cokelat mungkin untungnya tak seberapa . Namun kenyataannya, dalam beberapa tahun saja, ia berhasil membuktikan sebaliknya, bisnis minuman cokelatnya kini telah memiliki puluhan cabang, tidak hanya di Blitar, tapi juga merambah hingga Tulungagung.
Memulai Bisnis Es Cokelat dengan Konsisten Bikin Konten
“Tak ingin larut dalam keterpurukan, Mas Hisan bercerita mulai membuat konten dengan HP anaknya yang hanya memiliki RAM 2 GB.”
Awal berjualan minuman cokelat tidak langsung membuahkan hasil. Selama beberapa hari pertama, dagangannya sepi pembeli karena masih berjualan di kampung halamannya. Ia pun mulai mencoba berbagai cara agar usahanya dikenal, termasuk konsisten membuat konten di media sosial dan menerapkan ilmu marketingnya.
Sampai akhirnya, seseorang menyarankan untuk mencoba membukanya di area Kota Blitar. Saran itu ia ikuti, dan lokasi pertama yang dipilih adalah di depan Bonrojo. Di titik inilah ia mulai menemukan harapan. Selama kurang lebih enam bulan awal, ia menjaga lapak sendiri dengan peralatan seadanya, jauh dari tampilan profesional seperti sekarang
Suatu hari, ada seseorang yang menanyakan apakah bisnis minuman cokelat milik Mas Hisan membuka sistem kemitraan, karena seseorang tersebut sudah mencicipi sendiri rasanya yang enak.
Padahal saat itu, Mas Hisan belum memiliki bekal apa pun terkait kemitraan. Ia pun mulai mencari ilmu secara otodidak, termasuk tentang penyusunan MoU, yang akhirnya ia temukan lewat hasil browsing di Google. Dari situlah segalanya mulai berkembang.
Strategi marketing lewat media sosial pun terus ia maksimalkan. Misalnya, ketika ada seseorang yang resmi menjadi mitra, ia memanfaatkan momen itu untuk membuat 12 konten hanya dari satu booth. Konten-konten tersebut diunggah ke TikTok dan ternyata viral, sehingga membuat bisnisnya semakin dikenal luas.
Dalam mengembangkan bisnis minuman cokelat ini, Mas Hisan juga memikirkan bagaimana cara membentuk mindset konsumen, agar produk yang awalnya sekadar keinginan bisa berubah menjadi kebutuhan.
Belajar Marketing dan Branding dari Mas Hisan
Mas Hisan tidak hanya fokus pada kualitas produk, tapi juga menekankan pentingnya strategi untuk mendapatkan konsumen. Dari pengalamannya membangun Cokelat Kentalnya Indonesia, ia membagikan tiga prinsip penting dalam dunia branding.
Pertama, Product Branding, yang berfokus pada rasa dan kualitas produk. Kedua, Corporate Branding, citra dan nilai perusahaan secara keseluruhan. Dan yang ketiga, yang menurutnya paling menentukan, adalah Personal Branding.
Kini, minuman Cokelat Kentalnya Indonesia telah memiliki puluhan cabang kemitraan. Tapi semua itu tak lepas dari sistem manajemen yang rapi. Ada tim assessment internal yang setiap tiga hari melakukan pengecekan rasa, SOP, kebersihan, hingga stok, semuanya dicatat dan dipantau secara digital.
Pelatihan tim assessment pun dijalankan dengan ketat demi menjaga rasa otentik yang menjadi ciri khas produk. Mas Hisan juga mengingatkan pentingnya memisahkan keuangan pribadi dan usaha. Banyak UMKM yang gagal bukan karena tidak laku, tapi karena sistem keuangannya berantakan.
Di era digital, ia mengingatkan agar tidak tergoda untuk sekadar mengejar viral atau FYP. Menurutnya sebuah usaha bukan hanya sekadar membuat konten viral, tapi bagaimana konsumen datang, membeli, lalu kembali lagi dan bercerita ke orang lain.
Tidak hanya membicarakan tentang branding di media sosial, namun juga berbicara tentang daya beli masyarakat dan strategi harga. Mas Hisan menyarankan agar pelaku usaha tidak bermain di harga tengah. Lebih baik memilih antara harga paling bawah, berati fokus di kuantitas, atau harga lebih mahal namun harus menjaga kualitas.
Persoalan daya beli masyarakat yang menurun juga jadi perbincangan yang menarik dan jadi topik yang membuatku sadar. Bahwa saat ini yang berubah bukan daya beli masyarakat, melainkan pola belanja konsumen. Maka kunci utama sebuah usaha adalah mengubah produk dari yang hanya diinginkan menjadi yang benar-benar dibutuhkan.
“Berbisnis bukan hanya berjualan apa yang kita bisa, namun berjualan apa yang dibutuhkan orang.”
Kesimpulan
Kisah Mas Hisan membuktikan bahwa kekuatan bisnis tak hanya terletak pada produk, tetapi pada tekad, konsistensi, dan strategi yang harus dijaga. Ia mengingatkan bahwa membangun branding adalah langkah awal untuk mendapatkan kepercayaan.
Dengan manajemen yang rapi, riset, strategi marketing dan branding, serta fokus pada pengalaman pelanggan, ia berhasil mengubah produk yang awalnya hanya keinginan menjadi kebutuhan. Bukan lewat buzzer atau FYP, tapi lewat kepercayaan dan pengalaman nyata.
Dan di balik semua kesuksesan itu, ada satu hal yang tak boleh dilupakan. Memulai bisa dari mana saja, bahkan dari meja lipat dan keuangan yang awalnya tidak punya apa-apa. ***