Bagiku Desember itu jadi bulan yang penuh perjuangan, karena nggak hanya kesibukan bekerja saja, tapi harus menyiapkan diri untuk melatih Nismara toilet training dan menyapih. Ya, usianya di akhir tahun tepatnya 31 Desember memang sudah dua tahun, jadi jauh-jauh hari aku harus menyiapkan diri.
Awalnya aku sempat melatih Nismara Toilet Training di Bulan November, agar tidak bersamaan dalam waktu dengan menyapih. Ternyata saat itu yang belum siap secara mental bukan si anak, tapi aku sebagai ibunya.
Alhamdulillah, di minggu terakhir bulan Desember, akhirnya Nismara lulus toilet training dan menyapih di usianya yang sudah 2 tahun. Aku tak menyangka ternyata dia bisa cepat belajar dalam dua pelajaran sekaligus. Mungkin juga efek dari sekolah daycare.
Pelajaran Toilet Training Membuat Ibu Lebih Banyak Bersabar
Hal yang perlu disiapkan sebelum memutuskan untuk toilet training adalah mental ibu. Itulah yang kupelajari dari beberapa waktu lalu memulai mengajari Nismara di Bulan November. Awalnya kupikir lebih cepat lebih baik untuk segera memulainya.
Ternyata, mentalku saja yang belum siap karena terkadang saat NIsmara ingin BAB atau BAK, aku masih menundanya, atau apalah yang membuat dia saat diajak ke kamar mandi, ada aja yang membuat dia menolaknya.
Kalau diingat lagi, sebenarnya Bulan November lalu si Nismara sudah siap untuk toilet training. Memang aku mengawalinya dari BAB dulu di kamar mandi, sebelum nantinya BAK. Menurutku saat itu satu-satu saja dulu.
Sudah bisa berjalan satu minggu tapi ya tak tentu, akhirnya berujung dia selalu menolak saat aku mengajaknya ke kamar mandi ketika merasakan ingin BAB. Alasannya ya karena ibunya tidak gercep dan sat set.
Nah, beda lagi kalau akhir bulan Desember ini aku sudah menyiapkan diri secara fisik dan mental, pelan-pelan dan tetap tenang. Eh, nggak sampai seminggu mungkin 3 harian, dia sudah bisa mengatakan ‘Pipis’ lalu langsung mengajak ke kamar mandi.
Keren banget ya jadi anak kecil itu, dituntut untuk bisa belajar ini dan itu, padahal usianya masih sekecil itu, bahkan kita sebagai ibunya kurang menyadari bahwa mereka butuh proses untuk belajar.
Saat itu aku hanya terus sounding setiap hari ke si Nismara. Setiap bangun tidur dan mau tidur diajakin ke kamar mandi. Tiap sejam dua jam tetap diingatkan kalau mau pipis ke kamar mandi, nanti kalau ngompol bau pesing. Begitu terus saat proses toilet training.
Alhamdulillah, nggak banyak drama jemur kasur atau bersihin pipis di lantai. Mungkin efeknya dari toilet training dikit-dikit ganti sprei. Hahah. Kalau tidur malam, ngompolnya cuma dua kali, karena saat malam, di kasurnya sudah kusiapkan perlak untuk antisipasi.
Nah, kalau sekarang karena sudah lulus beda lagi, nih, tantangannya. Dia sudah paham sinyal harus BAK, tapi kadang kalau sedang ingin cari perhatian ibunya, si Nismara ini akan bilang aja pipis, biar dia diperhatikan dan diajak ke kamar mandi. Haha, ada aja tingkahnya.
Jadi, pada intinya pelajaran toilet training ini membuatku sebagai ibu harus lebih banyak bersabar. Sebelum memulainya, harus disiapkan mentalnya dulu terlebih lagi siap untuk tidak menunda saat anak mulai kebelet pipis.
Tetap tenang adalah kunci agar anak tak tantrum dan menerima konsekuensi kalau pipis dan BAB harus di kamar mandi. Jangan disalahkan ketika dia ngompol, cukup ajari bagaimana dia harus membersihkan pipisnya, dan beri tahu akibat dia ngompol, lantai atau kasur jadi bau pesing.
Ulangi secara konsisten setiap hari dan setiap waktu, pelan-pelan dia akan paham alasan kenapa harus ke kamar mandi. Intinya tidak hanya anak yang belajar, tapi ibu juga belajar untuk bersabar.
Pentingnya Sounding Saat Ingin Memulai Menyapih
Berbeda dengan toilet training, saat menyapih ternyata tantangannya nggak terlalu ekstrem seperti cerita orang-orang terdekat. Ya, kata orang-orang sekitar kalau menyapih, harus dikasih brotowali biar nggak mau mimik ASI. Harus ini dan itu.
Bahkan cerita temen juga saat proses menyapih, banyak perjuangan yang harus dilakukan seperti tiap malam harus ngajakin anak muter-muter biar dia tidur. Atau hal-hal lain yang kadang nggak bisa dibayangkan.
Alhamdulillah Nismara ini proses menyapihnya tak terlalu banyak drama. Ketika disarankan coba disapih di usia 23 bulan, aku mengiyakan tapi tak melakukan karena ya memang belum waktunya. Aku saat itu percaya saja saat dia usianya 2 tahun pasti bisa sendiri.
Eh, ternyata benar, dong. Aku aja nggak menyangka beberapa hari lalu saat pulang dari rumah neneknya, kubilangin kalau sudah besar tidak boleh minum asi, bolehnya minum susu kotak. Manut, Ya Allah. Pas tidur sama bapaknya juga anteng.
Meskipun sempat kebangun dan ingin minta ASI, aku cukup mengelus punggungnya dan mengatakan kalau dia sudah besar. Dia cuma diam, mungkin adaptasi, sedikit marah, tapi wajar. Dan Alhamdulillah, 3 hari sebelum usianya 2 tahun, dia sudah tak meminta ASI lagi.
Namun proses sebelum menyapih itu, aku harus sounding terus menerus kalau di akhir tahun sudah tak mimik ibuk. Soundingnya sejak awal bulan Desember, dan ketika dibilangin itu dia mulai dilooskan minum ASI, seolah sadar sebentar lagi nggak boleh minum ASI.
Alhamdulillah, ketika di akhir tahun dibilangin tidak boleh minum ASI, bolehnya susu kotak, dia hanya mengangguk dan manut. Meskipun kadang lupa mau mimik, tapi setidaknya tidak tantrum, dan dikasih tahu sudah paham.
Terimakasih sudah membuat ibu belajar ya, Nak. Belajar bersabar dan berproses seperti dirimu. Jadi pada intinya proses menyapih ini juga mental ibu harus disiapkan, kalau merasa belum siap menyapih, anak pastinya merasakan yang ibu rasakan.
Hal pertama yang disiapkan selain mental ibu adalah sounding atau dikasih tahu setiap waktu satu bulan sebelum proses menyapih itu sendiri. Jadi ketika sudah waktunya, mental anak dan ibu sudah siap.
Itulah cerita pelajaran hidup dari toilet training dan menyapih yang membuatku sebagi ibu lebih banyak belajar dari anak 2 tahun. Semoga bermanfaat buat kalian yang akan memulai proses tersebut. ***