Menanam Pohon Jadi Ritual Ibadah Laskar Hijau di Gunung Lemongan

“Ketika kita mempunyai niat yang tulus untuk melakukan niat yang baik, maka alam semesta ini akan membantu dengan sendirinya. Allah itu lebih tahu apa yang kita lakukan, dia tidak akan tinggal diam, dia akan membantu dengan segala cara.”

Abdullah Al Kudus adalah salah satu pendiri Laskar HIjau yang pernah mendapat apresiasi penghargaan SATU Indonesia Awards tahun 2010

Langkah kaki mereka menapaki lereng Gunung Lemongan yang mulai tumbuh rimbun ilalang. Mereka berjalan beriringan, membawa bibit pohon di tangan. Ada yang membawa cangkul di bagian pundak, memanggul pupuk kompos dalam sebuah karung, hingga mengusung bibit pohon yang dimasukkan di rinjing atau wadah anyaman bambu.

Aroma tanah sehabis hujan menyambut langkah-langkah mereka yang mulai mendaki, mencari tempat yang cocok untuk menggali lubang agar bisa ditanami bibit pohon konservasi dan bibit bambu. Mereka adalah relawan dari Laskar Hijau yang sudah sejak tahun 2008 melakukan ritual menanam pohon di Gunung Lemongan, Lumajang.

Tahun ini 5000 bambu dan 5000 pohon konservasi menjadi target mereka untuk ditanam di lereng sisi selatang Gunung Lemongan. Mereka bergotong royong membersihkan area yang akan dijadikan tempat menanam, memangkas perdu dan ilalang yang mulai tumbuh rimbun akibat kedatangan hujan. Lalu, lubang tanam dibuat dengan pupuk kompos jadi tahapan pertama yang harus dimasukkan sebelum bibit pohon masuk ke dalamnya. 

Bukan tanpa sebab Laskar Hijau memulai  ritual menanam pohon setiap minggunya di area lereng Gunung Lemongan, salah satu gunung berapi yang terletak di perbatasan Lumajang dan Probolinggo. Tahun 1998 jadi awal mula pohon di Kawasan hutan Gunung Lemongan dibabat habis. Sekitar 2000 hektar hutan jadi gundul, muncul bencana banjir dan tanah longsor, hingga debit air mulai menurun yang menyebabkan terjadinya krisis air yang menyengsarakan warga yang hidupnya bergantung pada Gunung Lemongan.

Table of Contents

Krisis Air jadi Penyebab Awal Mula Gerakan Laskar Hijau

“Marah mungkin saya tidak tahu harus marah kepada siapa. Tapi yang pasti saya sedih dan khawatir, sedihnya karena kondisi alam di sekitar ruang hidup saya dan anak-anak saya menjadi terganggu dan rusak. Tapi khawatirnya, kalau ini tidak ada yang melakukan sesuatu, maka bukan mustahil anak cucu saya nanti akan mengalami sesuatu yang lebih parah dari ini,”

Ranu Klakah sempat berkurang debit airnya karena pembalakan liar yang terjadi di tahun 1999, namun mulai melimpah airnya semenjak laskar hijau melakukan konservasi hutan

Itulah yang dirasakan Abdullah Al-Kudus saat menyadari bahwa harus ada yang bergerak mengembalikan ekosistem dan fungsi hutan di sekitar Gunung Lemongan. Apalagi setelah adanya krisis air di tahun 2005 akibat deforestasi besar-besar di era reformasi, Ranu Klakah yang merupakan danau menampung air di Gunung Lemongan mulai terjadi penurunan debit air hingga beberapa sumur warga yang tinggal di dekat hutan mengalami kekeringan.

 Lelaki yang seringkali dipanggil Gus A’ak tersebut akhirnya berinisiatif untuk mengajak warga dan pemuda di sekitar Gunung Lemongan, Klakah, Lumajang untuk menghijaukan kembali hutan. Menanam berbagai macam pohon konservasi dan buah-buahan di sekitar lereng gunung. Hingga akhirnya, terbentuklah organisasi yang diberi nama Laskar Hijau, sebagai wadah bagi mereka yang peduli terhadap keberlangsungan hidup Gunung Lemongan.

Organisasi ini lahir dari kesadaran dan kepedulian petani dan warga desa sekitar yang mulai memahami pentingnya menyelamatkan alam yang telah memberi kehidupan. Mereka melihat bagaimana kerusakan hutan dan kekeringan mengancam sumber daya air dan tanah di sekeliling mereka, serta menyadari bahwa menjaga alam adalah menjaga masa depan mereka sendiri.

Laskar Hijau, Menanam jadi Ritual Ibadah Menyelamatkan Lingkungan

Laskar Hijau bukan hanya sekumpulan relawan yang melakukan penghijauan dengan menanam pohon saja, namun sebenarnya orang-orang yang tergabung dalam kelompok ini seolah menjadikan kegiatan menanam pohon jadi ritual ibadah menyelamatkan hutan yang terancam akan kebakaran, dan penebangan pohon secara illegal.

Setiap bibit pohon yang ditanam seperti sebuah simbol harapan untuk masa depan yang lebih hijau, selain itu menanam juga sebagai ungkapan rasa syukur dan cara mendekatkan diri kepada Sang Pencipta yang telah menyediakan alam sebagai sumber kehidupan yang melimpah. Dan sudah selayaknya pemberian yang bisa dinikmati tanpa harus membeli itu harus dijaga dan dilestarikan sehingga bisa dinikmati untuk generasi anak cucu di masa depan.

"Ya intinya kita memberitahu kepada masyarakat, bahwa keberadaan Gunung Lemongan ini sangat penting bagi kehidupan mereka dan kita sedang melakukan pelestarian di sini. Kita berharap mereka, paling tidak ikut menjaga kalau tidak mau ikut menanam, paling tidak ikut menjaga dan tidak merusak,"

Melakukan penanaman pohon bambu di musim hujan sebagai salah satu cara mengundang mata air

Saat musim hujan, Laskar Hijau melakukan penanaman pohon, salah satunya bambu yang diyakini dapat menciptakan mata air baru di wilayah hutan Gunung Lemongan. Bambu menjadi pilihan Gus A’ak agar tidak terjadinya kekeringan di ranu sekitar gunung, atau sumur warga sehingga menjadi solusi mengatasi kriris air. Hingga akhirnya setelah beberapa tahun kemudian sekitar 400 hektar lahan gundul di lereng gunung kembali hijau. Ranu Klakah tak lagi mengering, sumur warga sekitar kembali terisi sumber air.

Jika musim kemarau, kegiatan yang dilakukan Laskar Hijau seputar merawat tanaman yang sudah ditanam agar tidak layu dan dapat bertahan hidup. Meski beberapa relawan ada yang menanam bibit pohon untuk ditanam di lereng gunung, tapi porsinya tidak sebanyak saat musim hujan karena peluang hidupnya rendah.

Setiap minggu, kegiatan menanam pohon menjadi rutinitas yang selalu dilakukan oleh para relawan Laskar HIjau. Rutinitas sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab terhadap hutan di sekitar Gunung Lemongan. Tak pernah mengenal kata lelah dan menyerah, yang ada hanya usaha yang mungkin terlihat sederhana tapi jika dilakukan secara konsisten, hasilnya menjadi nyata. Hutan kembali hijau, mata air kembali melimpah, dan menanam pohon jadi ritual ibadah bagi pecinta lingkungan.

Abdullah Al-Kudus Mendapat Apresiasi SATU Indonesia Awards Nasional Tahun 2010

“Ketika Gunung Lemongan ekosistemnya lestari, maka otomatis 13 ranu ini ekosistemnya akan lestari. Dan ketika ketiga belas ranu ini ekosistemnya lestari makan akan ada sekian ribu atau sekian juta orang yang kebutuhan hidupnya bisa terpenuhi.”

Gus Aak, atau A’Ak Abdullah Al-Kudus percaya bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, dan harus hidup berdampingan. Alam bukan tempat sumber daya yang hanya bisa dieksploitasi untuk kepentingan pribadi saja, namun juga perlu dijaga dan dirawat sepenuh hati karena kenyataanya manusia dan alam saling membutuhkan.

Hal itulah yang membuat lelaki yang tahun ini berusia 50 tahun itu memulai gerakan lingkungan yang diberi nama Laskar HIjau. Tujuannya sederhana, menghijaukan kembali hutan, terutama Gunung Lemongan sebagai salah satu ekosistem yang harus dilestarikan. Berkat pengabdian dan dedikasinya terhadap pelestarian alam yang berdampak terhadap lingkungan, Abdullah Al Kudus mendapatkan apresiasi dan penghargaan dari berbagai pihak.

Salah satunya menjadi penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards Nasional di tahun 2010 atas kontribusinya dalam menjaga kelestarian alam di Gunung Lemongan. Bersama Laskar Hijau untuk #BersamaBerkaryaBerkelanjutan dalam melestarikan lingkungan, mari #KitaSATUIndonesia untuk memulai peduli dengan lingkungan sekitar kita, dimulai dari hal-hal sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan.***

#LFAAPADETIK2024

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *